
Outsourcing Jujur aja ya, selama bertahun-tahun kerja di perusahaan besar maupun kecil, saya hampir selalu ketemu sama istilah outsourcing. Dari cleaning service sampai operator produksi, sistem ini seolah jadi “jalan pintas” buat perusahaan menekan biaya tenaga kerja. Tapi kenyataannya, kita yang kerja justru ngerasain dampaknya paling nyata—upah yang minim, status kerja yang abu-abu, dan hak-hak yang nggak selalu dipenuhi.
Pertama kali saya benar-benar ‘kena’ sistem ini waktu kerja sebagai staf administrasi di sebuah pabrik otomotif di Bekasi. Awalnya saya pikir, “Wah, kerja kantoran nih.” Tapi baru jalan dua bulan, saya sadar status saya ternyata bukan karyawan tetap, melainkan outsourcing dari vendor.
Gaji masuknya sering telat, BPJS pun sempat nggak dibayarin. Saya komplain? Jawaban vendor cuma, “Kami hanya penyalur, yang penting kamu kerja.” Gimana gak gregetan?
Prabowo dan Janji Menghapus Outsourcing: Serius Gak Nih?
Pengumuman, baru-baru ini saya baca berita bahwa Prabowo, sebagai presiden terpilih 2024, menyatakan rencana untuk menghapus sistem outsourcing. Awalnya saya skeptis. Udah sering denger janji-janji semacam ini, tapi cuma mampir pas kampanye doang. Tapi begitu saya perhatikan, ternyata pernyataan ini muncul beberapa kali, bahkan di forum-forum resmi.
Menurut beberapa sumber, Prabowo menyebut sistem ini “tidak adil bagi pekerja Indonesia” dan ingin menggantinya dengan sistem kerja tetap yang lebih menjamin hak pekerja.
Kalau ini benar-benar direalisasikan, ini bakal jadi game-changer buat jutaan tenaga kerja yang selama ini hidup dalam ketidakpastian. Tapi tentu aja, perubahan sebesar ini gak bisa terjadi begitu saja. Banyak banget faktor yang harus dipikirin—dari sisi legal, perusahaan, sampai kesiapan SDM-nya.
Kenapa Banyak Perusahaan Suka Sistem Outsourcing?
Satu hal yang harus kita pahami dulu: kenapa sih outsourcing itu populer banget di kalangan perusahaan?
Jawaban sederhananya: biaya murah dan fleksibilitas tinggi.
Dengan sistem outsourcing, perusahaan inca berita gak perlu repot urus administrasi karyawan secara langsung. Kalau performa buruk? Tinggal ganti vendor. Kalau proyek selesai? Tinggal berhenti tanpa pesangon.
Saya pernah ngobrol dengan HR di salah satu pabrik manufaktur. Dia bilang, “Kalau kita rekrut sendiri, beban gaji, THR, BPJS, bahkan PHK itu bisa makan biaya besar. Tapi kalau lewat outsourcing, semua itu jadi tanggung jawab vendor.”
Tapi sayangnya, efisiensi buat perusahaan berarti tekanan buat karyawan. Bayangin aja, banyak tenaga kerja yang gak pernah tau nasib kontraknya bulan depan. Yang lebih miris lagi, kadang ada yang kerja di tempat yang sama sampai 5 tahun, tapi statusnya gak berubah—tetep aja “tenaga alih daya”.
Pengalaman Pribadi Bekerja dalam Sistem Outsourcing
Ngomong-ngomong soal pengalaman pribadi, saya sempat tiga kali pindah tempat kerja yang sistemnya semua outsourcing. Dan tiap kali, ada aja drama yang bikin frustrasi.
Di tempat pertama, saya gak dapet slip gaji sama sekali. Di tempat kedua, status BPJS saya sempat nonaktif selama tiga bulan tanpa saya tahu. Baru ketahuan pas anak saya butuh perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, di tempat ketiga, saya sempat digaji di bawah UMR. Waktu saya tanya ke supervisor, jawabannya malah nyalahin vendor. “Itu urusan vendor, bukan perusahaan.” Jadi kayak dilempar-lempar aja.
Dari pengalaman itu, saya jadi sadar: sistem outsourcing ini minim transparansi dan akuntabilitas. Kita kerja keras tiap hari, tapi hak kita? Gak jelas.
Kalau Outsourcing Dihapus, Apa Saja Perubahan yang Terjadi?
Nah, balik lagi ke rencana penghapusan outsourcing oleh Prabowo. Kalau kebijakan ini beneran jalan, beberapa hal kemungkinan besar bakal berubah:
-
Status Kerja Lebih Jelas
Para pekerja yang sebelumnya outsourcing bisa beralih ke karyawan tetap. Artinya, ada kepastian soal gaji, tunjangan, dan hak lainnya. -
Transparansi dan Perlindungan Meningkat
Karena perusahaan langsung bertanggung jawab ke karyawan, maka transparansi penggajian dan jaminan sosial akan lebih kuat. -
Biaya Tenaga Kerja Naik?
Ini kemungkinan besar terjadi. Perusahaan harus bayar lebih banyak, yang mungkin berdampak ke efisiensi atau bahkan PHK. -
Vendor Outsourcing Gimana?
Mereka mungkin perlu bertransformasi jadi penyedia pelatihan atau rekrutmen, bukan lagi sebagai “penyewa tenaga kerja”.
Namun tentu aja, semua ini butuh waktu dan strategi yang rapi. Kita gak bisa asal cabut outsourcing tanpa solusi pengganti.
Tantangan di Lapangan Jika Outsourcing Dihapus
Saya nggak naif, saya sadar banget bahwa sistem sekompleks outsourcing gak bisa diganti begitu aja. Ada ribuan perusahaan yang bergantung pada sistem ini. Kalau langsung dihapus, bisa kacau urusan operasional.
Beberapa tantangan yang mungkin muncul:
-
Perusahaan kecil mungkin kesulitan rekrut langsung.
-
Tenaga kerja informal bisa melonjak kalau vendor kolaps.
-
Regulasi pengganti belum tentu siap.
Saran saya pribadi, harus ada transisi bertahap. Misalnya, untuk sektor-sektor tertentu seperti keamanan dan kebersihan bisa tetap pakai outsourcing, tapi dengan standar pengawasan yang lebih ketat.
Pelajaran yang Saya Petik Setelah Bertahun-tahun Jadi Outsourcing
Kalau boleh jujur, pengalaman saya sebagai tenaga outsourcing ngajarin banyak banget hal. Dari mulai ngerti pentingnya kontrak tertulis, sampai gimana caranya ngurus BPJS sendiri.
Tapi pelajaran paling besar adalah: kita harus berani nuntut hak kita, dan paham betul posisi kita dalam sistem kerja. Jangan cuma pasrah.
Karena waktu saya pasrah, saya malah makin ditekan. Tapi setelah saya mulai aktif nanya soal kontrak, soal cuti, dan mulai gabung komunitas pekerja, saya ngerasa lebih punya kendali atas nasib sendiri.
Itulah kenapa, waktu saya denger kabar soal penghapusan outsourcing ini, saya cukup optimis. Mungkin gak sempurna, tapi ini bisa jadi langkah awal perubahan.
Apa yang Bisa Kita Lakukan Sambil Menunggu Kebijakan Ini Jalan?
Oke, sambil nunggu wacana penghapusan outsourcing ini jalan (dan siapa tahu beneran jadi kenyataan), saya punya beberapa saran buat teman-teman yang masih kerja di sistem ini:
-
Pelajari kontrak kerja kamu. Jangan cuma tanda tangan tanpa baca.
-
Pastikan BPJS dan hak lain kamu aktif. Cek ke kantor cabang langsung kalau perlu.
-
Gabung komunitas pekerja. Banyak kok forum online yang bahas hak-hak outsourcing.
-
Tingkatkan skill kamu. Kalau sistem berubah, perusahaan pasti pilih karyawan yang punya keahlian.
Percayalah, pengalaman saya membuktikan bahwa pekerja outsourcing itu bukan sekadar tenaga cadangan. Kita juga punya nilai, asal kita berani memperjuangkannya.
Saatnya Berubah, Tapi Jangan Asal Tabrak
Jadi, apakah penghapusan outsourcing oleh Prabowo ini sesuatu yang layak ditunggu? Menurut saya, iya. Tapi harus disiapkan dengan matang.
Kita butuh sistem baru yang lebih manusiawi, tapi tetap realistis. Jangan cuma karena “niat baik”, terus bikin perusahaan kolaps dan pekerja malah makin sengsara.
Kalau dilakukan secara bertahap, transparan, dan melibatkan semua pihak—pekerja, perusahaan, pemerintah, dan vendor—saya yakin ini bisa jadi salah satu reformasi ketenagakerjaan terbaik di Indonesia.
Satu hal yang pasti, kita sebagai pekerja harus tetap update, tetap kritis, dan jangan diam aja. Karena masa depan kerja kita itu juga tanggung jawab kita sendiri.
Baca Juga Artikel Berikut: Resesi Global: Krisis Ekonomi yang Menguji Dunia