Saya pernah berada di tengah kerumunan wartawan di luar gedung DPR ketika salah satu menteri keluar dari ruangan rapat. Semua berebut mendekat, kamera menyala, mikrofon diarahkan, dan hanya ada waktu sekitar 30 detik. Saya tahu bahwa dalam momen seperti itu, kemampuan bertanya dengan cepat dan tajam adalah segalanya. Waktu sempit, tekanan tinggi, dan tetap harus mendapatkan kutipan bernilai. Itulah seni dari wawancara cepat.

Di dunia jurnalisme modern, kita tidak selalu punya kemewahan duduk santai dengan narasumber selama satu jam. Kadang, waktu yang tersedia hanya hitungan detik, tapi dari sanalah berita besar bisa muncul. Teknik wawancara cepat bukan hanya skill, tapi seni. Teknik ini memungkinkan kita menggali inti informasi dalam waktu sesingkat-singkatnya tanpa kehilangan kualitas.

Apa Itu Wawancara Cepat?

Apa Itu Wawancara Cepat

Wawancara cepat adalah teknik mengajukan pertanyaan dan mendapatkan informasi inti dari narasumber dalam waktu yang sangat terbatas. Biasanya terjadi di lokasi langsung, ketika narasumber baru selesai pidato, sidang, rapat, atau bahkan saat mereka akan naik kendaraan. Doorstop interview, walk-and-talk, atau sela acara adalah contoh umum dari jenis wawancara ini.

Tapi jangan salah. Wawancara cepat bukan sekadar adu cepat bicara. Justru di sinilah jurnalis dituntut untuk bisa menyaring, menyusun, dan menyampaikan pertanyaan dengan sangat fokus. Karena jika tidak, waktu terbatas itu hanya terbuang untuk hal-hal yang tidak produktif.

Kapan Teknik Ini Diperlukan?

Berdasarkan pengalaman saya sendiri di lapangan dan di ruang redaksi, teknik ini sangat penting dalam beberapa situasi seperti:

Waktu liputan breaking news, di mana narasumber dikejar deadline atau sedang terburu-buru.

Ketika liputan lapangan hanya memberi sedikit kesempatan bertanya.

Saat wawancara eksklusif tidak mungkin didapat, tetapi informasi harus tetap digali.

Ketika harus menghasilkan kutipan atau soundbite cepat untuk TV, media sosial, atau online article.

Dalam kondisi seperti ini, wawancara panjang tidak realistis. Maka, teknik cepat menjadi pilihan wajib.

Persiapan Sebelum Wawancara Cepat

Meski namanya cepat, bukan berarti kamu bisa melakukannya tanpa persiapan. Justru semakin singkat waktunya, semakin penting riset sebelum beraksi. Beberapa hal yang saya lakukan sebelum turun ke lapangan:

Riset singkat: Cek topik terbaru, posisi narasumber terhadap isu tertentu, pernyataan sebelumnya.

Buat 3 pertanyaan kunci: Ini penting. Jangan bawa daftar panjang. Pilih 2-3 yang tajam dan langsung ke poin.

Kenali narasumber: Tahu jabatan, posisi, dan sensitivitasnya akan membantu kamu menghindari pertanyaan yang bisa dianggap ofensif.

Cek peralatan: Pastikan rekaman siap, baterai penuh, dan mikrofon bisa langsung digunakan.

Latihan ekspresi dan intonasi: Kadang, cara bertanya yang tenang tapi tegas membuat narasumber lebih terbuka, dibanding pertanyaan dengan intonasi menuduh.

Contoh Situasi dan Pendekatannya

  1. Narasumber akan masuk ke mobil: Fokus pada satu pertanyaan yang kontekstual. “Pak, apakah bansos naik tahun ini?”

  2. Narasumber baru selesai pidato: Tanyakan hal yang belum dijelaskan. “Apakah target program ini akan realistis dalam dua tahun?”

  3. Aksi massa selesai dan juru bicara akan bubar: Tanya dengan arah yang memperkuat lead berita. “Apa tuntutan utama hari ini?”

Kunci dari wawancara cepat adalah kemampuan meramu pertanyaan yang spesifik, ringkas, dan tidak multitafsir.

Struktur Pertanyaan dalam Wawancara Cepat

Kamu nggak punya waktu untuk pembukaan panjang atau basa-basi. Maka, berikut pola yang sering saya gunakan:

Tanyakan sesuatu yang mengandung kata kerja aktif: bukan “Bapak bisa jelaskan?” tetapi “Apa langkah pemerintah terhadap…?”

Mulailah dengan kata kerja tanya yang kuat: Apa, Kenapa, Bagaimana, Seberapa, Kapan.

Hindari pertanyaan ganda: “Apakah Anda menyetujui dan akan mengubah peraturan ini?” Pisah jadi dua kalau perlu, tapi prioritaskan satu yang paling penting.

Contoh bagus: “Apakah Anda akan ajukan revisi anggaran minggu ini?”

Contoh kurang tepat: “Tadi kan rapat, terus katanya mau revisi anggaran, nah, bisa dijelaskan sedikit tentang kenapa dan gimana dan kapan revisinya?”

Lihat perbedaannya? Yang satu langsung, yang lain bertele-tele.

Teknik Bertanya Langsung

Ketika sudah berada di lokasi dan narasumber lewat:

Kenalkan diri secara ringkas. “Pak, saya Andi dari Harian X.”

Langsung ke pertanyaan pertama tanpa menunda. Jangan tunggu aba-aba.

Gunakan bahasa tubuh terbuka tapi sopan.

Jangan lupa senyum kecil atau nada suara yang bersahabat.

Rekam segera, jangan buang waktu cari tombol rekam saat mereka mulai jawab.

Dengarkan dengan baik, jangan fokus pada pertanyaan berikutnya sampai jawaban selesai.

Kalau punya waktu lebih, baru follow-up. Tapi jangan berharap semua narasumber mau menjawab lebih dari satu.

Tips Tambahan Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Saya sering menulis pertanyaan dalam catatan pengetahuan kecil dan menaruhnya di saku. Begitu dapat momen, saya lihat sekilas dan langsung tanya. Selain itu, saya juga belajar bahwa mengenakan pakaian yang nyaman, membawa ID pers yang terlihat jelas, dan menjaga postur tubuh sopan sangat membantu dalam menciptakan kesan profesional.

Satu pengalaman menarik, saya pernah dapat kutipan dari gubernur hanya dengan satu kalimat pertanyaan. Dia menjawab dengan lima kalimat padat. Kutipan itu saya jadikan lead berita, dan itu jadi topik hangat malam itu. Semuanya terjadi dalam waktu kurang dari satu menit.

Etika dalam Wawancara Cepat

Meski cepat, kamu tetap harus menjaga etika. Jangan menyerobot, jangan memaksa, dan jangan menyela jika narasumber belum selesai bicara. Kalau mereka menolak bicara, kamu harus terima. Ingat, menghormati waktu dan privasi adalah bagian dari profesionalisme.

Jika kamu salah menyebut data atau jabatan, sebaiknya langsung klarifikasi. Jangan tunggu sampai dimarahi di Twitter karena salah kutip.

Wawancara Cepat di Era Digital

Saat ini, wawancara cepat juga berlaku di media sosial. TikTok, Instagram, dan YouTube Shorts memerlukan video singkat dengan jawaban yang langsung ke inti. Maka, wawancara cepat bisa sangat cocok untuk konten ini.

Kamu bisa gunakan pertanyaan satu arah atau kompilasi beberapa jawaban dari narasumber berbeda. Yang penting, pastikan kualitas audio jelas dan video stabil. Banyak jurnalis sekarang merekam dengan gimbal kecil di HP dan upload langsung ke newsroom atau akun media.

Untuk referensi teknik wawancara lapangan yang baik dan ringkas, kamu bisa belajar juga dari panduan resmi oleh Poynter Institute, yang memberikan banyak tip seputar teknik wawancara efektif di lapangan dalam kondisi cepat dan darurat.

Evaluasi: Bagaimana Menilai Wawancara Cepat yang Efektif

Setelah wawancara selesai, tanyakan pada diri sendiri:

Apakah saya mendapatkan kutipan yang bisa digunakan?

Apa kah narasumber merasa nyaman meski diwawancara singkat?

Apakah pertanyaan saya tepat sasaran?

Kalau tiga jawabannya ya, maka kamu berhasil.

Kalau tidak? Evaluasi ulang: mungkin pertanyaannya kurang fokus, terlalu panjang, atau terlalu teknis untuk kondisi cepat.

Menjadikan Wawancara Cepat Sebagai Rutinitas

Saya percaya teknik ini bisa diasah. Latihlah dengan simulasi. Coba minta teman atau kolega memerankan narasumber dan kamu mencoba bertanya dalam waktu singkat. Gunakan stopwatch. Tujuannya bukan memotong bicara, tapi membentuk refleks berpikir cepat dan tanggap situasi.

Di setiap pelatihan jurnalistik yang saya pandu, saya selalu minta peserta menyusun satu pertanyaan utama, dua cadangan, dan uji langsung dalam simulasi. Hasilnya sangat efektif membentuk insting bertanya.

Kesimpulan: Cepat Tapi Tetap Tajam

Wawancara cepat bukan berarti wawancara asal. Ia butuh kecermatan, insting tajam, dan disiplin waktu. Dalam dunia jurnalistik yang makin dinamis, skill ini jadi kebutuhan wajib, bukan sekadar pilihan. Bahkan, dalam industri lain seperti humas, content marketing, hingga produksi video pendek, teknik ini makin relevan.

Semakin kamu berlatih, semakin mahir kamu memilih kata, membangun intonasi, dan menangkap momen. Ingat, satu kutipan bisa menghidupkan satu berita. Dan semua itu bisa kamu dapatkan dalam waktu kurang dari satu menit—jika kamu tahu caranya.

Mau jadi pembawa berita yang bagaimana semua ada penentunya, yaitu: Menentukan Angle Berita: Cara Menyajikan Fakta Lebih Tajam

Penulis

Categories:

Related Posts

Mystery Genre Mystery Genre: Developing Ples in Narrative Form
Mystery fiction is a genre that has fascinated readers for centuries. It draws readers in
Slot Tayang Pembagian Slot Tayang: Mana yang Prime Time?
Aku masih ingat, tiap jam 7 malam, suasana rumah langsung berubah. TV langsung dikuasai ibu
Kenapa Kita Bermimpi Kenapa Kita Bermimpi? Misteri Otak di Balik Dunia Tidur
Bermimpi adalah pengalaman universal yang telah menarik perhatian manusia selama ribuan tahun. Dari mitologi kuno
Point of View Point of View: The Lens Through Which Stories Are Told
Let me start by saying that point of view (POV) is like the lens on