
Social Impact, saya masih ingat jelas obrolan warung kopi itu. Di antara denting gelas dan suara motor lewat, seorang teman tiba-tiba berkata sambil mengaduk kopinya yang mulai dingin:
“Lo ngerasa gak, dunia kita tuh lagi gak sehat? Kayak, makin banyak orang susah, makin sering banjir, makin gampang orang marah-marah.”
Dan anehnya, semua orang di meja itu mengangguk. Diam. Tapi sepakat.
Malam itu saya pulang dengan satu pertanyaan besar di kepala: Apa sih yang sebenarnya sedang kita lakukan (atau abaikan) terhadap dunia ini?
Dari pertanyaan itu, saya mulai menelusuri satu konsep penting: social impact atau dalam bahasa kasarnya—dampak sosial.
Topik ini memang terdengar berat. Tapi sesungguhnya, ia hadir di sekitar kita setiap hari. Saat kamu share konten edukatif di TikTok Saat memilih beli kopi dari petani lokal. Saat menegur teman yang menyebarkan hoax. Itu semua adalah bagian dari dampak sosial.
Jadi, ya… artikel ini bukan tentang orang lain. Ini tentang kita.
Apa Itu Social Impact?
Secara sederhana, social impact adalah dampak—positif maupun negatif—yang dihasilkan oleh individu, kelompok, organisasi, atau kebijakan terhadap masyarakat luas.
Dampak ini bisa muncul dalam berbagai bentuk:
-
Perubahan perilaku sosial
-
Kesejahteraan komunitas
-
Akses terhadap pendidikan
-
Ketimpangan ekonomi
-
Keadilan gender
-
Perubahan lingkungan
Kamu mungkin berpikir, “Bukankah ini urusan NGO atau aktivis?”
Tidak juga.
Sekarang, setiap bisnis, influencer, kreator konten, bahkan mahasiswa magang, dituntut punya kesadaran sosial. Bukan karena tuntutan moral semata, tapi karena masyarakat makin cerdas dan peduli.
Generasi Z disebut sebagai “generasi impact-driven”—mereka bukan cuma beli produk, tapi juga tanya: siapa yang membuat ini, apakah pekerjanya dibayar layak, apakah limbahnya dibuang sembarangan?
Dalam survei Deloitte tahun 2024, lebih dari 60% anak muda mengatakan mereka lebih memilih bekerja di perusahaan yang punya nilai sosial yang jelas. Dan lebih dari 50% rela bayar lebih untuk produk ramah lingkungan atau adil secara sosial.
Bentuk-Bentuk Social Impact: Dari Gerakan Viral sampai Bisnis Sosial
Mari kita pecah jadi bagian yang lebih nyata.
1. Kampanye Sosial Digital
Contohnya: #BlackLivesMatter, #SaveGaza, #StopAsianHate.
Gerakan ini mungkin dimulai dari satu unggahan, tapi efeknya global. Petisi ditandatangani jutaan orang. Perusahaan mengubah kebijakan internal. Pemerintah ditekan untuk bertindak.
Social impact di era digital itu masif. Tapi ingat, bukan hanya soal viral. Tapi soal konsistensi dan niat jangka panjang.
2. Social Enterprise
Bisnis yang gak cuma kejar untung, tapi juga punya misi sosial. Misalnya:
-
Du Anyam, memberdayakan pengrajin anyaman di Flores.
-
TaniHub, mempertemukan petani langsung ke konsumen.
-
Sociolla, yang mempromosikan inklusivitas kecantikan.
Mereka punya model yang jelas: revenue jalan, tapi impact juga nyata.
3. Volunteering dan Program CSR
Perusahaan sering membuat program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk kontribusi sosial. Tapi hati-hati, kadang ini hanya “greenwashing” alias pencitraan.
Makanya, program yang berdampak itu:
-
Berkelanjutan
-
Berdasarkan riset kebutuhan lokal
-
Libatkan komunitas, bukan sekadar memberi
Contoh nyata: Rumah Faye, yayasan yang fokus pada perlindungan anak dari eksploitasi seksual. Programnya terstruktur, dan mereka bekerja bareng anak muda.
4. Pendidikan dan Inklusi
Social impact juga bisa hadir dalam bentuk akses pendidikan, literasi digital, atau inklusi disabilitas.
Startup seperti Ruangguru, misalnya, berdampak besar selama pandemi—jutaan siswa bisa tetap belajar dari rumah.
Social Impact di Dunia Kerja: Apakah Kantormu Cuma Cari Laba atau Ciptakan Makna?
Saya pernah mewawancarai Lala, seorang profesional HR di perusahaan teknologi. Ia cerita, sejak perusahaannya memperkuat misi sosial (dari hanya jualan software jadi juga memberi pelatihan digital ke UMKM), retensi karyawan naik 20%.
“Ternyata, orang gak cuma butuh gaji. Mereka pengen kerja yang bikin mereka merasa berarti,” ujarnya.
Inilah mengapa dampak sosial jadi kunci employer branding.
Perusahaan seperti Unilever, Patagonia, Gojek, bahkan startup kecil kini berlomba menyisipkan dampak sosial dalam DNA mereka. Dan ini bukan gimmick.
Kalau kamu sedang apply kerja, coba cek:
-
Apakah mereka punya program volunteer karyawan?
-
Apakah gaji karyawan outsourcing-nya adil?
-
Apakah mereka mendukung isu sosial, atau cuma netral-netral aja biar aman?
Tantangan dalam Mewujudkan Social Impact (Dan Kenapa Ini Tetap Layak Diperjuangkan)
Yap, semuanya terdengar ideal. Tapi realitasnya?
Mewujudkan social impact itu gak mudah. Ada banyak tantangan:
1. Pendanaan
Banyak inisiatif sosial gagal karena tak punya model keuangan berkelanjutan. Donasi bisa naik-turun. Bisnis sosial harus benar-benar balance antara profit dan purpose.
2. Kurangnya Kapasitas
Banyak yang punya niat baik tapi tidak punya kapasitas untuk eksekusi: tidak bisa bikin proposal, laporan dampak, atau presentasi ke mitra strategis.
3. Fatigue dan Ekspektasi Tak Masuk Akal
Terkadang, orang ingin hasil instan. Padahal, social change butuh waktu. Kalau tidak sabar, bisa burnout atau kehilangan semangat.
Tapi justru di sinilah pentingnya kolaborasi. Kamu gak harus jadi pahlawan sendiri. Kadang, jadi bagian dari ekosistem yang mendukung perubahan sosial itu jauh lebih berdampak.
Cara Mulai Berkontribusi: Dari Sosial Media Sampai Karier Berdampak
Oke, sekarang bagian paling penting: gimana caranya kamu mulai terlibat?
1. Mulai dari Apa yang Kamu Bisa
-
Jago desain? Bantu bikin poster kampanye sosial.
-
Suka nulis? Tulis opini soal isu sosial di blog atau LinkedIn.
-
Anak TikTok? Edukasi followers soal mental health atau literasi keuangan.
2. Pilih Isu yang Kamu Peduli Banget
Bisa soal lingkungan, pendidikan, kesehatan mental, hak disabilitas, atau keadilan digital. Fokus itu penting agar kamu tidak gampang lelah.
3. Gabung Komunitas
-
AIESEC
-
Indorelawan
-
Think Policy
-
Impact Circle
-
Youthopia
Mereka punya program, pelatihan, dan ruang kolaborasi untuk siapa saja yang ingin berdampak.
4. Bangun Portofolio Impact-Mu
Mulai dokumentasikan kontribusimu. Sertifikat itu bagus, tapi cerita real-mu lebih kuat. Ini bisa bantu kamu masuk dunia kerja berdampak juga.
Penutup: Dunia Gak Butuh Banyak Pahlawan, Tapi Butuh Banyak Orang yang Peduli
Social impact bukan hal muluk. Tapi juga bukan hal kecil.
Ia hadir dalam keputusan harian kita—apa yang kita beli, apa yang kita like, siapa yang kita dengar, dan apa yang kita suarakan.
Dan kita semua, punya peran kecil yang bisa berdampak besar.
“If you think you’re too small to make a difference, try sleeping with a mosquito.”
— Dalai Lama
Jadi, mulai dari mana aja. Yang penting mulai.
Baca Juga Artikel dari: Berita Interpretatif: Saat Jurnalisme Tak Lagi Hanya Menyampaikan
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan