Saya selalu kagum bagaimana Indonesia, negara yang baru merdeka kurang dari sepuluh tahun, sudah berani melangkah ke jalur demokrasi. Saat dunia masih belum terlalu terbuka terhadap model negara baru yang demokratis, Indonesia justru bersiap menyelenggarakan pemilu 1955.

Kalau kita mundur sebentar ke masa itu, setelah proklamasi 1945 dan pengakuan kedaulatan tahun 1949, sistem politik Indonesia masih cair. Banyak partai bermunculan, sistem pemerintahan berganti-ganti, dan belum ada landasan yang stabil dalam pelaksanaan demokrasi.

Konstitusi Sementara (UUDS 1950) menyebutkan bahwa sebuah Dewan Konstituante harus dibentuk melalui pemilihan umum untuk merancang dan menetapkan Undang-Undang Dasar yang permanen. Itulah dasar hukum utama kenapa Pemilu 1955 akhirnya dirancang dan dijalankan.

Bukan perkara mudah. Pemerintah harus mempersiapkan pemilu untuk negara besar, berpenduduk ratusan juta, dan dengan kondisi geografi yang sangat menantang. Tapi ya, itulah titik berani Indonesia: mencoba menyatukan suara rakyat lewat pemilu, walaupun baru seumur jagung sebagai bangsa merdeka.

Pemilu Pertama di Indonesia Dilaksanakan pada Tahun 1955

Pemilu pertama Indonesia tahun 1955, para anggota militer mengantre untuk memberikan suara di tempat pemungutan suara

Pemilu pertama Indonesia diselenggarakan dalam dua tahap pada tahun 1955. Ini adalah tonggak sejarah penting, karena untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih wakil-wakilnya dalam parlemen secara langsung.

Tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tahap kedua, yaitu pada 15 Desember 1955, diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Konstituante.

Saya bisa bayangkan antusiasme masyarakat saat itu. Banyak foto dan arsip memperlihatkan masyarakat datang ke TPS dengan pakaian terbaik mereka. Bahkan di beberapa daerah, pemilu jadi semacam pesta rakyat. Mungkin kamu yang tinggal di kota besar sudah biasa lihat pemilu seperti sekarang, tapi bagi mereka yang tinggal di pedalaman atau pulau kecil, 1955 adalah pengalaman pertama menyatakan hak suara secara sah dan terbuka.

Tujuan dan Signifikansi Pemilu Pertama

Banyak orang mengira tujuan utama Pemilu 1955 hanya untuk membentuk DPR dan Dewan Konstituante. Tapi sebenarnya, signifikansinya jauh lebih luas dari itu.

Pertama, ini adalah langkah konkret menuju demokrasi parlementer. Dalam sistem parlementer yang saat itu dianut Indonesia, kekuasaan eksekutif bergantung pada dukungan mayoritas di parlemen. Jadi pemilu ini menjadi dasar untuk pembentukan pemerintahan yang sah secara demokratis.

Kedua, pemilu ini bertujuan memilih wakil rakyat yang akan menyusun Undang-Undang Dasar permanen. Inilah yang nantinya dikerjakan oleh Dewan Konstituante.

Dan yang ketiga, secara simbolis dan praktis, pemilu ini menjadi bukti ke dunia internasional bahwa Indonesia, negara muda dengan beragam etnis, budaya, dan agama, mampu menjalankan demokrasi dengan skala nasional.

Saya pribadi melihat Pemilu 1955 sebagai pembuktian: bahwa Indonesia tidak ingin menjadi negara otoriter, dan rakyat punya kehendak untuk menentukan masa depan secara kolektif.

Kontestan dan Hasil Suara Terbanyak dalam Pemilu Pertama

Dalam Pemilu 1955, ada 172 partai politik dan organisasi yang mendaftar sebagai peserta. Tapi hanya 28 partai yang memenuhi syarat untuk ikut serta secara penuh.

Dari hasil pemungutan suara, empat partai besar muncul sebagai pemenang utama:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) – 22,3% suara

  2. Masjumi – 20,9%

  3. Nahdlatul Ulama (NU) – 18,4%

  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) – 16,4%

Saya selalu takjub melihat keragaman orientasi ideologis yang muncul dari hasil ini. Dari nasionalisme, Islam moderat, Islam tradisional, hingga komunisme — semuanya punya tempat. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia punya aspirasi politik yang sangat beragam sejak awal berdirinya bangsa.

Hasil ini juga menandakan tidak adanya dominasi tunggal. Ini bagus untuk demokrasi karena memaksa adanya koalisi dan negosiasi dalam parlemen. Tapi di sisi lain, juga menjadi tantangan dalam menciptakan pemerintahan yang stabil.

Perdana Menteri Pertama RI dari Hasil Pemilu Pertama

Setelah Pemilu 1955, kabinet dibentuk berdasarkan hasil parlemen, dan sistem saat itu masih menganut model parlementer. Jadi, kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, bukan Presiden langsung.

Perdana Menteri pertama yang ditunjuk setelah hasil Pemilu adalah Ali Sastroamidjojo dari PNI. Ini merupakan periode kedua kepemimpinan beliau, karena sebelumnya juga pernah menjabat sebelum Pemilu berlangsung.

Kabinet Ali Sastroamidjojo II dibentuk tahun 1956, dan merupakan hasil dari kompromi partai-partai besar di parlemen. Saya sering baca bahwa masa ini penuh dinamika politik karena banyaknya partai yang bersaing dan saling berkoalisi secara pengetahuan pragmatis.

Pemilu 1955 memang memberikan legitimasi demokratis, tapi juga menunjukkan betapa rumitnya menjaga stabilitas dalam sistem multipartai yang sangat terbuka.

Dewan Konstituante dari Hasil Pemilu Pertama dan Tugasnya

Presiden Soekarno memberikan suara dalam Pemilu 1955, sebagai bagian dari pelaksanaan pemilihan umum pertama di Indonesia.

Dewan Konstituante dibentuk dari hasil pemilu tahap kedua, dengan anggota terpilih sebanyak 514 orang. Tugas utama mereka adalah merancang dan mengesahkan Undang-Undang Dasar permanen sebagai pengganti UUDS 1950.

Sayangnya, Dewan Konstituante tidak berhasil mencapai konsensus. Perdebatan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam mengenai dasar negara membuat sidang-sidang berlangsung alot dan berlarut-larut.

Saya membayangkan, kalau saya jadi anggota konstituante saat itu, mungkin saya pun bakal bingung dan terpecah. Isu seperti dasar negara bukan perkara sepele. Ini menyangkut ideologi, masa depan bangsa, bahkan identitas nasional.

Akhirnya, pada tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Dewan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Ini menjadi akhir dari upaya menyusun konstitusi secara demokratis oleh lembaga konstituante.

Mau cek tips game terbaru? Cek juga https://teckknow.com untuk tahu update game terlengkap 2025!

Persamaan dan Perbedaan Pemilu 1955 dengan Pemilu 2014

Saya sempat membandingkan Pemilu 1955 dengan Pemilu modern seperti 2014. Ternyata banyak hal yang menarik:

Persamaannya:

  • Sama-sama pemilu nasional dengan partisipasi publik yang luas.

  • Sistem multipartai tetap dominan.

  • Pemilu digunakan sebagai sarana utama memilih wakil rakyat.

Perbedaannya:

  • Pemilu 1955 menggunakan sistem parlementer, sedangkan 2014 sistem presidensial.

  • Dalam Pemilu 1955, pemilih memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante. Di 2014, pemilu legislatif dan pemilihan presiden dilakukan terpisah.

  • Pemilu 2014 sudah menggunakan teknologi (e-KTP, DPT elektronik), sedangkan 1955 sepenuhnya manual.

  • Di 1955, partai politik masih sangat ideologis. Di 2014, partai lebih pragmatis dan personalistik.

Saya merasa Pemilu 1955 lebih idealistik, sedangkan Pemilu modern lebih teknokratis dan kompleks secara logistik. Tapi keduanya punya satu semangat yang sama: memberi rakyat suara dalam pemerintahan.

Dampak Jangka Panjang Pemilu Pertama terhadap Demokrasi Indonesia

Meski Pemilu 1955 hanya sekali diselenggarakan di masa demokrasi parlementer, dampaknya sangat besar. Beberapa poin penting yang menurut saya masih relevan hingga hari ini:

  1. Landasan Demokrasi Awal
    Pemilu ini jadi bukti bahwa Indonesia bisa menyelenggarakan demokrasi langsung secara damai dan inklusif.

  2. Penguatan Partai Politik
    Pemilu ini membentuk karakter awal dari sistem kepartaian Indonesia — dari orientasi ideologis hingga dinamika koalisi.

  3. Inspirasi untuk Reformasi
    Setelah era Orde Baru yang otoriter, semangat Pemilu 1955 menjadi referensi dan simbol kembalinya demokrasi di era Reformasi.

  4. Pelajaran tentang Tantangan Koalisi
    Sistem multipartai terbukti membawa dinamika tersendiri, terutama soal stabilitas pemerintahan dan kompromi kebijakan.

Saya percaya bahwa belajar dari Pemilu 1955 bisa membantu kita memperbaiki sistem pemilu masa kini. Karena demokrasi bukan sekadar memilih — tapi memastikan suara rakyat benar-benar didengar dan dilaksanakan.

Penutup: Warisan Demokrasi dari Pemilu 1955

Kalau saya boleh jujur, Pemilu 1955 itu seperti “ujian nasional” pertama demokrasi Indonesia. Dan walau akhirnya tidak sempurna, Indonesia lulus dengan nilai yang layak dibanggakan.

Masyarakat yang belum akrab dengan sistem politik berhasil ikut serta dengan partisipasi tinggi. Pemerintah yang baru merdeka bisa menyelenggarakan pemilu nasional. Dan hasilnya membentuk arah politik Indonesia untuk dekade-dekade berikutnya.

Buat kamu yang mungkin jarang mikirin sejarah pemilu, saya ajak kamu buat lebih peduli. Karena dari sejarah inilah kita tahu betapa berharganya suara kita. Demokrasi tidak datang begitu saja — dia dibangun dari pengalaman, kegagalan, kompromi, dan harapan.

Warisan Pemilu 1955 adalah pengingat bahwa kita pernah memulainya dengan semangat tinggi. Sekarang tugas kita adalah menjaga dan memperbaikinya, agar demokrasi benar-benar jadi milik semua orang.

Baca juga peristiwa pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih belum ditemukan keadilannya: Peristiwa Talangsari: Konflik Sosial Berujung Kekerasan

Penulis

Categories:

Related Posts

Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia: Hak Dasar yang Harus Dijaga
Ada satu momen yang nggak akan pernah aku lupa: waktu itu aku ngobrol sama seorang
Mystery Genre Mystery Genre: Developing Ples in Narrative Form
Mystery fiction is a genre that has fascinated readers for centuries. It draws readers in
Mozaik Budaya Mozaik Budaya: Potret Unik Dunia yang Beragam
Dunia adalah panggung raksasa di mana jutaan budaya tampil dalam simfoni kehidupan yang memikat. Masing-masing
Slot Tayang Pembagian Slot Tayang: Mana yang Prime Time?
Aku masih ingat, tiap jam 7 malam, suasana rumah langsung berubah. TV langsung dikuasai ibu