
Pembangunan SDM, suatu hari di tahun 2019, saya duduk di ruang seminar bertema “Indonesia 2045” di Jakarta. Seorang narasumber, pakar ekonomi dari universitas top, berkata dengan lantang: “Sumber daya manusia adalah modal utama kita. Bukan tambang, bukan minyak.” Ruangan sunyi sejenak. Kata-katanya menampar lembut tapi dalam.
Saat itu, saya baru benar-benar sadar bahwa pembangunan SDM bukan sekadar topik birokratis. Ini soal masa depan bangsa — dan lebih penting lagi, soal kita, orang-orang biasa, yang bangun pagi, kerja, dan mencoba hidup lebih baik.
Sejak era Presiden Jokowi, istilah “pembangunan SDM” digaungkan terus-menerus. Tapi pertanyaannya: apa sih sebenarnya makna dari istilah itu? Apa benar kita sedang membangun manusia, bukan cuma infrastruktur?
Mimpi di Balik Kata: Ketika Pembangunan SDM Jadi Prioritas
Apa Itu Pembangunan SDM dan Mengapa Penting Banget?
Pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) bukan cuma soal bikin sekolah bagus atau pelatihan kerja. Ini tentang bagaimana menciptakan manusia Indonesia yang:
- Sehat jasmani dan mental
- Terampil dan siap kerja
- Berpikir kritis dan inovatif
- Punya empati dan etika
Dalam konteks global, negara yang sukses bukan yang paling banyak tambangnya, tapi yang bisa mengolah manusianya menjadi inovator, pemimpin, dan problem solver. Lihat Korea Selatan, Finlandia, atau bahkan Vietnam yang belakangan meroket.
Indonesia punya bonus demografi — jumlah usia produktif yang tinggi — tapi itu bisa jadi berkah atau bencana, tergantung bagaimana kita menyiapkannya.
Sayangnya, banyak orang masih melihat pembangunan SDM secara sempit: hanya dari sisi pendidikan formal. Padahal, membangun SDM artinya juga memperbaiki gizi anak-anak, mengatasi stunting, menjaga kesehatan mental remaja, sampai menciptakan sistem kerja yang adil dan inklusif.
Cerita Lapangan: Ketika SDM Tidak Dibina, Bangsa Bisa Lumpuh
Saya pernah liputan ke sebuah desa di NTT, tempat angka stunting masih sangat tinggi. Anak-anak sekolah dasar tampak ceria, tapi tubuh mereka kecil dan kurus. Guru di sana bilang, “Anak-anak ini pintar, tapi mudah lelah. Mereka lapar, dan itu membuat mereka kesulitan fokus.”
Itu salah satu contoh bagaimana pembangunan SDM bukan cuma soal bangku sekolah, tapi soal gizi, sanitasi, dan akses kesehatan. Tanpa tubuh yang sehat, bagaimana anak bisa berkembang optimal?
Di sisi lain, saya juga pernah wawancara dengan seorang ibu muda di Semarang yang ikut program pelatihan digital dari pemerintah. Setelah lulus, dia buka jasa desain grafis dari rumah dan sekarang penghasilannya lebih besar dari suaminya yang kerja kantoran. Itu bukti nyata bahwa investasi pada manusia bisa mengubah hidup secara konkret.
Cerita-cerita seperti ini harus lebih banyak diangkat. Karena kita butuh membangun optimisme bahwa pembangunan SDM bisa dan sedang terjadi — meski belum merata.
Strategi Kunci Pembangunan SDM Indonesia: Bukan Cuma Kurikulum
Untuk mewujudkan pembangunan SDM yang nyata, Indonesia butuh pendekatan multidimensi. Beberapa strategi penting yang sekarang mulai terlihat antara lain:
1. Reformasi Pendidikan: Kurikulum Merdeka, pelatihan guru, pembelajaran berbasis proyek — semua ini bagus. Tapi kita juga butuh dukungan ekosistem: perpustakaan, internet, dan guru yang dihargai secara ekonomi dan sosial.
2. Vokasi dan Keterampilan Kerja: Balai latihan kerja, sertifikasi profesi, kerja sama dengan industri lokal — ini penting supaya lulusan siap kerja dan tidak jadi pengangguran terdidik.
3. Kesehatan Anak dan Ibu: Fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan, pemberantasan stunting, dan layanan kesehatan primer yang kuat adalah pondasi mutlak untuk SDM unggul.
4. Kesehatan Mental dan Sosial: Banyak anak muda pintar tapi burnout. Kita perlu sistem yang bukan hanya mendidik tapi juga menjaga keseimbangan mental. Konselor sekolah, ruang aman, dan kampanye anti bullying harus jadi prioritas.
5. Digitalisasi dan Teknologi: Skill digital bukan lagi tambahan, tapi kebutuhan utama. Pemerintah dan swasta harus kerja sama menyediakan akses pelatihan coding, AI, desain, hingga literasi data untuk semua kalangan.
Apa Tantangan Terbesar Saat Ini?
Meski narasi pembangunan SDM sudah digaungkan, implementasinya belum merata. Ada beberapa tantangan besar:
- Ketimpangan Akses: Anak di Jakarta belajar coding, anak di pelosok masih berjuang akses internet. Ini ketimpangan yang harus diselesaikan.
- Dana dan Prioritas: Infrastruktur fisik masih mendominasi anggaran. Seringkali SDM jadi nomor dua.
- Koordinasi Lintas Sektor: Pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan — semua saling terkait, tapi sering bekerja sendiri-sendiri.
- Budaya dan Pola Pikir: Masih banyak yang menganggap sukses = PNS atau sarjana. Kita perlu redefinisi sukses yang lebih luas.
Tapi bukan berarti semua suram. Banyak komunitas lokal, sekolah alternatif, startup pendidikan, dan LSM yang sudah bergerak. Mereka jadi bukti bahwa perubahan itu mungkin.
Penutup: Pembangunan SDM Adalah Pekerjaan Kolektif
Di tengah semua tantangan, satu hal yang harus kita sadari: membangun manusia adalah kerja kolektif. Pemerintah punya peran, tapi kita semua — orang tua, guru, pemilik bisnis, kreator konten, mahasiswa — juga bagian dari proses ini.
Pembangunan SDM bukan slogan. Ia nyata, terasa, dan berdampak langsung pada kehidupan kita sehari-hari. Dari cara kita memperlakukan anak-anak, mendukung sesama, hingga bagaimana kita menyikapi perubahan zaman.
Kalau kita serius membangun SDM, maka Indonesia bukan hanya siap bersaing — tapi juga jadi bangsa yang lebih manusiawi.
Baca Juga Artikel dari: Sosiologi: Ilmu Dinamis Tentang Masyarakat dan Hubungan Sosial
Baca Juga konten dengan Artikel terkait Tentang: Pengetahuan
#Kualitas SDM #Pembangunan #Pembangunan SDM #SDM #Sumber Daya Manusia