Jakarta, inca.ac.id – Ada yang menarik dari sebuah forum ilmiah yang digelar di Yogyakarta tahun lalu. Seorang mahasiswa semester lima dari fakultas keperawatan, berdiri dengan penuh percaya diri dan mempertanyakan efektivitas sebuah prosedur standar yang digunakan di rumah sakit pendidikan. Pertanyaannya sederhana, namun membuat suasana ruangan diam: “Mengapa kita tidak mempertimbangkan pendekatan yang lebih kontekstual dalam manajemen luka pasien lansia, dibanding prosedur textbook yang terbukti kurang relevan di lapangan?”
Pertanyaan itu bukan sekadar kritik. Itu adalah bentuk kritik ilmiah mahasiswa—sesuatu yang seringkali dianggap remeh, tapi sebenarnya punya kekuatan besar dalam mendorong inovasi dan koreksi dalam dunia kesehatan.
Banyak orang masih menganggap kritik dari mahasiswa sebagai bentuk “protes” atau “ketidakpuasan”. Padahal, di dunia akademik, kritik ilmiah adalah bagian penting dari proses pembelajaran dan pengembangan ilmu. Kritik ilmiah mahasiswa di bidang kesehatan bisa datang dalam bentuk esai, jurnal, opini publik, hingga diskusi internal di laboratorium.
Sayangnya, kritik ini sering tidak terdengar, atau lebih buruk lagi, dimatikan sejak dini. Alasannya? Karena dianggap tidak sopan, belum cukup berpengalaman, atau terlalu “mengganggu sistem”.
Padahal, dalam sistem pendidikan kesehatan yang ideal, kritis itu wajib. Karena mereka yang mempertanyakan adalah mereka yang benar-benar mencoba memahami.
Apa Itu Kritik Ilmiah dan Mengapa Mahasiswa Harus Terlibat?

Mari kita luruskan dulu maknanya. Kritik ilmiah bukan tentang mencela, menyalahkan, atau mencari kesalahan. Tapi tentang mengulas, mengevaluasi, dan menawarkan perspektif alternatif berdasarkan logika dan data. Kritik ilmiah adalah proses reflektif, sistematis, dan terbuka terhadap diskusi.
Dalam konteks mahasiswa kesehatan—baik itu kedokteran, keperawatan, farmasi, gizi, atau kesehatan masyarakat—kritik ilmiah bisa muncul dalam beberapa bentuk:
-
Menyampaikan kelemahan pada kurikulum
-
Mengevaluasi metode praktik di rumah sakit
-
Mengkritisi hasil riset atau jurnal ilmiah
-
Memberikan opini atas kebijakan kesehatan nasional
-
Mengembangkan pendekatan baru terhadap pasien atau penyakit tertentu
Contohnya, di salah satu jurnal kampus kedokteran ternama, sekelompok mahasiswa menulis kritik atas kurangnya pendekatan biopsikososial dalam pendidikan kedokteran. Mereka merasa terlalu banyak waktu dihabiskan di laboratorium dan teori farmakologi, tapi terlalu sedikit pembahasan tentang bagaimana menangani pasien dengan empati dan perspektif psikologis.
Kritik itu akhirnya jadi bahan diskusi fakultas dan bahkan memunculkan perubahan kecil dalam modul pengajaran semester berikutnya. Lihat? Kritik mahasiswa bisa berdampak nyata.
Tapi kenapa ini penting?
Karena mahasiswa berada di posisi unik—mereka cukup dekat dengan sistem, tapi masih cukup netral untuk melihat celah yang sering tak terlihat oleh dosen atau birokrat kampus. Mereka bisa menjadi whistleblower akademik yang objektif.
Tantangan yang Dihadapi Mahasiswa saat Menyuarakan Kritik
Tentu tidak semua kritik diterima dengan tangan terbuka. Apalagi di lingkungan akademik yang masih kaku dan hirarkis, kritik dari mahasiswa sering kali dianggap mengganggu. Ada beberapa tantangan nyata yang dihadapi:
1. Hierarki Akademik yang Kuat
Dalam dunia pendidikan kesehatan, terutama kedokteran, struktur hierarki sangat terasa. Mahasiswa berada di level terbawah. Mereka diajarkan untuk “menghormati” dosen dan pembimbing klinik—yang seringkali disalahartikan sebagai diam dan menerima semua hal.
Kritik dianggap bentuk pembangkangan, bukan inisiatif intelektual. Hal ini menciptakan budaya takut untuk bertanya atau mengoreksi.
2. Kurangnya Ruang Ekspresi Ilmiah
Tidak semua kampus punya forum atau jurnal ilmiah mahasiswa yang aktif. Bahkan bila ada, tak semua kritik bisa terpublikasi karena “kontennya sensitif”. Akibatnya, mahasiswa kehilangan wadah untuk menyampaikan kegelisahan intelektual mereka.
3. Stigma Sosial di Kalangan Mahasiswa Sendiri
Yang lebih menyedihkan, kadang justru teman seangkatan yang menyindir: “Ngapain sih lu ribet banget nulis-nulis kayak gitu? Udah, belajar buat ujian aja.” Ada semacam norma tak tertulis bahwa mahasiswa kesehatan harus fokus pada hafalan anatomi, bukan berpikir kritis atau reflektif.
Padahal, dunia kesehatan tak hanya butuh orang pintar—tapi juga orang yang berani berpikir berbeda.
Kritik Ilmiah yang Pernah Mengubah Dunia Kesehatan
Tak percaya kalau kritik mahasiswa bisa berdampak besar? Mari kita lihat beberapa contoh nyata di dalam dan luar negeri yang membuktikan bahwa kritik dari kalangan akademik muda bisa mengubah sistem.
1. Kritik Mahasiswa Gizi terhadap Program Makanan Sekolah
Di sebuah universitas negeri di Indonesia, sekelompok mahasiswa gizi menulis kritik ilmiah terhadap kebijakan program makan siang gratis di sekolah dasar. Mereka menemukan bahwa makanan yang diberikan sering tidak sesuai dengan standar gizi dan mengandung gula berlebih.
Tulisan itu diangkat media, lalu ditanggapi oleh kementerian terkait. Beberapa perbaikan dilakukan—termasuk pelibatan ahli gizi dalam perencanaan menu.
2. Gerakan Mahasiswa Keperawatan soal Beban Kerja di Rumah Sakit Pendidikan
Sekelompok mahasiswa keperawatan di Surabaya melakukan kampanye ilmiah lewat seminar internal kampus tentang beban kerja tidak adil pada mahasiswa praktik di RS. Mereka menyusun data jam kerja, perbandingan standar WHO, dan mengirimkannya ke dekanat.
Hasilnya? Fakultas meninjau ulang struktur shift dan memperkenalkan sistem supervisi baru yang lebih adil.
3. Reformasi Pendidikan Medis di Harvard (AS)
Tahun 2010, sekelompok mahasiswa Harvard Medical School mengkritisi konflik kepentingan antara dosen dan perusahaan farmasi. Kritik mereka dimuat dalam New York Times, dan memicu audit internal. Kampus akhirnya memperketat aturan transparansi dan kolaborasi industri-akademik.
Contoh-contoh ini bukan mimpi. Kritik yang baik, terstruktur, dan berbasis data bisa sangat kuat—bahkan dari orang yang belum lulus kuliah.
Cara Menyampaikan Kritik Ilmiah yang Tepat dan Berpengaruh
Lalu, bagaimana mahasiswa kesehatan bisa menyampaikan kritik secara konstruktif tanpa dianggap pembangkang? Berikut beberapa strategi yang bisa dijalankan:
1. Gunakan Bahasa Ilmiah, Bukan Emosional
Kritik yang emosional dan meledak-ledak hanya akan membuatmu kehilangan kredibilitas. Sebaliknya, gunakan data, referensi, dan logika. Jangan hanya bilang “ini jelek” tapi tunjukkan kenapa dan berikan alternatif.
2. Mulai dari Diskusi Kecil
Tidak semua kritik harus langsung dilempar ke dekan atau media. Mulailah dari forum internal, komunitas diskusi, atau bahkan dosen pembimbing yang terbuka. Gunakan pendekatan dialog.
3. Tulis, Jangan Hanya Bicara
Tulisan lebih kuat dari omongan. Tulis esai, opini, atau jurnal ilmiah ringan. Kirim ke media kampus, media nasional, atau majalah profesi. Gunakan ruang-ruang itu untuk menyebarkan pemikiranmu.
4. Bersatu dengan Sesama Mahasiswa
Kritik akan lebih kuat kalau datang dari komunitas, bukan individu. Bentuk kelompok studi atau gerakan kecil yang punya misi bersama. Ini bisa jadi penguat saat menghadapi penolakan.
5. Terbuka terhadap Masukan Balik
Kritik bukan one way road. Kamu juga harus siap dikritik balik. Jangan defensif, dan terus buka ruang diskusi. Kritik ilmiah adalah proses tumbuh bersama.
Penutup: Kritik Ilmiah Mahasiswa, Kunci Masa Depan Dunia Kesehatan
Kritik ilmiah mahasiswa bukan ancaman. Ia adalah oksigen dalam ruangan tertutup. Tanpa kritik, dunia kesehatan hanya akan berjalan di tempat, sibuk mengejar akreditasi, tapi lupa mendengar suara-suara kecil dari ruang kuliah.
Bagi kamu mahasiswa kesehatan—kamu bukan hanya calon tenaga medis. Kamu juga penjaga integritas ilmu pengetahuan. Kalau kamu melihat prosedur yang usang, sistem yang tak adil, atau kebijakan yang membingungkan—tulislah. Ucapkan. Tanyakan. Kritisi.
Karena perubahan besar selalu dimulai dari satu kalimat sederhana: “Apakah kita bisa melakukan ini dengan lebih baik?”
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan
Baca Juga Artikel Dari: Mager Travel: Traveling Nyaman Buat Kamu yang Anti Ribet
#Ilmiah #Ilmiah Mahasiswa #Kritik #Kritik Ilmiah #Kritik Ilmiah Mahasiswa #Kritik Mahasiswa #mahasiswa
