Konferensi Manila 1963 merupakan upaya diplomatik penting antara Indonesia, Filipina, dan Federasi Malaya (Malaysia) untuk menyelesaikan ketegangan politik yang muncul akibat pembentukan negara Malaysia. Pertemuan ini dilatarbelakangi oleh keberatan Indonesia dan Filipina terhadap rencana Inggris menyatukan wilayah-wilayah koloni mereka di Asia Tenggara menjadi satu federasi yang disebut Malaysia.

Bagi Indonesia dan Filipina, rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas kawasan dan hak penentuan nasib sendiri rakyat Borneo Utara (Sabah dan Sarawak). Oleh karena itu, konferensi ini menjadi langkah awal untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi damai melalui jalur diplomasi.

Artikel ini membahas latar belakang konflik, proses pelaksanaan Konferensi Manila, hasil yang dicapai, serta dampaknya terhadap hubungan politik di Asia Tenggara.

Latar Belakang Konflik Konferensi Manila

Kunjungan Diosdado Macapagal Di Indonesia 1964 - YouTube

Pembentukan Federasi Malaysia

Pada awal 1960-an, Inggris merencanakan pembentukan negara federasi baru bernama Malaysia, yang akan terdiri atas:

  • Federasi Malaya

  • Singapura

  • Sabah (Borneo Utara)

  • Sarawak

Rencana ini diumumkan secara resmi pada 27 Mei 1961 oleh Perdana Menteri Malaya, Tunku Abdul Rahman. Inggris mendukung rencana pengetahuan tersebut sebagai cara untuk menyatukan koloni-koloni mereka sebelum memberikan kemerdekaan sepenuhnya.

Namun, Indonesia dan Filipina menolak gagasan ini. Presiden Soekarno memandang Malaysia sebagai bentukan kolonialisme baru (neokolonialisme), sedangkan Filipina menolak karena mengklaim wilayah Sabah sebagai bagian dari negaranya berdasarkan perjanjian lama dengan Kesultanan Sulu.

Konflik Konferensi Manila yang Memanas

Penolakan dari Indonesia semakin keras setelah Malaysia tetap dibentuk tanpa terlebih dahulu melakukan referendum di wilayah Borneo Utara. Presiden Soekarno bahkan meluncurkan kebijakan Konfrontasi terhadap Malaysia pada awal 1963. Ketegangan antara ketiga negara meningkat tajam, baik secara diplomatik maupun militer.

Untuk mencegah pecahnya konflik terbuka dan menjaga stabilitas kawasan, ketiga negara sepakat mengadakan pertemuan trilateral di Manila.

Pelaksanaan Konferensi Manila

Waktu dan Tempat

Konferensi Manila diselenggarakan pada 30 Juli hingga 5 Agustus 1963, di Manila, Filipina. Pertemuan ini dihadiri langsung oleh para pemimpin negara:

  • Presiden Soekarno dari Indonesia

  • Presiden Diosdado Macapagal dari Filipina

  • Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman dari Malaya

Selain itu, delegasi tinggi dari masing-masing negara turut berperan dalam merumuskan kesepakatan dan naskah bersama.

Tujuan Utama Konferensi Manila

  • Menyelesaikan ketegangan seputar pembentukan Federasi Malaysia

  • Menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Asia Tenggara

  • Menjamin hak rakyat Sabah dan Sarawak dalam menentukan masa depan mereka secara bebas

Hasil Konferensi Manila

Konferensi ini menghasilkan Dokumen Persetujuan Bersama (Joint Communiqué) yang mencakup beberapa poin penting:

1. Penentuan Nasib Sendiri

Ketiga negara sepakat bahwa pembentukan Malaysia harus mendapat persetujuan dari rakyat Sabah dan Sarawak. Hal ini sesuai dengan prinsip self-determination yang diatur dalam Piagam PBB.

Untuk memastikan keabsahan proses tersebut, disepakati bahwa:

  • Sekretaris Jenderal PBB akan mengirim misi khusus ke Sabah dan Sarawak untuk mengawasi dan memastikan rakyat di wilayah itu benar-benar ingin bergabung dengan Malaysia.

  • Ketiga negara berjanji akan menghormati hasil misi PBB tersebut.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia 1963-1966 | kumparan.com

2. Komitmen untuk Perdamaian

Ketiga negara menyatakan komitmennya untuk:

  • Menghindari penggunaan kekuatan militer

  • Menyelesaikan segala perselisihan melalui dialog dan jalur damai

  • Meningkatkan kerja sama regional sebagai cara memperkuat solidaritas di Asia Tenggara

3. Pembentukan MAPHILINDO

Konferensi juga mendorong pembentukan MAPHILINDO—kerja sama regional antara Malaysia (Malaya), Filipina, dan Indonesia. MAPHILINDO diharapkan menjadi forum konsultasi untuk memperkuat hubungan budaya, politik, dan ekonomi di antara ketiga bangsa serumpun.

MAPHILINDO bersifat non-politik dan non-militer, bertujuan menciptakan iklim kerja sama yang damai dan bebas dari pengaruh kekuatan asing.

Dampak dan Perkembangan Setelah Konferensi Manila

Misi PBB dan Proklamasi Malaysia

Misi PBB dikirim ke Sabah dan Sarawak pada September 1963. Laporan PBB menyimpulkan bahwa mayoritas penduduk mendukung pembentukan Malaysia. Berdasarkan laporan tersebut, Malaysia resmi diproklamasikan pada 16 September 1963.

Namun, hasil ini tidak diterima oleh Indonesia dan Filipina. Indonesia menganggap misi PBB dilakukan terburu-buru dan tidak netral, sementara Filipina tetap bersikeras atas klaimnya terhadap Sabah.

Suka bermain game? Cek juga https://teckknow.com untuk tahu update game terlengkap 2025!

Gagalnya MAPHILINDO dan Munculnya Konfrontasi Konferensi Manila

Karena ketidaksepakatan terhadap hasil misi PBB, MAPHILINDO gagal berfungsi sebagai forum permanen. Presiden Soekarno kembali meningkatkan kebijakan Konfrontasi terhadap Malaysia, yang berlangsung hingga 1966 dan melibatkan aksi militer terbatas di perbatasan Kalimantan.

Konfrontasi ini menegang sampai terjadinya perubahan politik di Indonesia pasca-1965, yang mengakhiri kekuasaan Soekarno dan membawa Soeharto ke tampuk pemerintahan.

Normalisasi Hubungan

Setelah Soeharto berkuasa, pemerintah Indonesia mengakhiri kebijakan Konfrontasi pada tahun 1966. Hubungan diplomatik dengan Malaysia dipulihkan, dan ketiga negara akhirnya kembali bekerja sama dalam kerangka ASEAN yang dibentuk pada 1967.

Kesimpulan

Konferensi Manila 1963 mencerminkan upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik kawasan secara damai. Meskipun hasilnya tidak mencegah konfrontasi sepenuhnya, pertemuan ini tetap penting sebagai bentuk komunikasi terbuka di tengah ketegangan tinggi.

Konferensi ini juga menunjukkan bahwa isu kedaulatan dan kepentingan nasional dapat menghambat kerja sama regional, namun jalur diplomasi tetap menjadi cara utama untuk meredakan konflik.

Dalam jangka panjang, pengalaman dari Konferensi Manila menjadi landasan penting bagi pembentukan ASEAN, yang kini menjadi forum utama bagi perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara.

Baca juga artikel berikut: Waduk Jatiluhur: Pembangunan Proyek Besar untuk Ketahanan Air

Penulis

Categories:

Related Posts

Kompas navigasi Kompas Sains: Menavigasi Dunia Ilmu dengan Cerdas
Ilmu pengetahuan adalah kompas kehidupan modern. Dari revolusi teknologi hingga penemuan kesehatan terkini, semua berakar
Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia: Hak Dasar yang Harus Dijaga
Ada satu momen yang nggak akan pernah aku lupa: waktu itu aku ngobrol sama seorang
Mystery Genre Mystery Genre: Developing Ples in Narrative Form
Mystery fiction is a genre that has fascinated readers for centuries. It draws readers in
Mozaik Budaya Mozaik Budaya: Potret Unik Dunia yang Beragam
Dunia adalah panggung raksasa di mana jutaan budaya tampil dalam simfoni kehidupan yang memikat. Masing-masing