JAKARTA, inca.ac.id – Dalam dunia hukum, ada satu aliran pemikiran yang sering disebut sebagai terobosan: hukum progresif. Konsep ini pertama kali digagas oleh Satjipto Rahardjo, seorang pakar hukum Indonesia, yang menekankan bahwa hukum harus berpihak pada manusia dan bukan sebaliknya.

Hukum progresif muncul sebagai kritik terhadap praktik hukum yang terlalu formalistik, yang hanya terpaku pada teks undang-undang tanpa mempertimbangkan keadilan substantif. Menurut pandangan ini, hukum seharusnya fleksibel, dinamis, dan mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat.

Seorang akademisi hukum pernah menuliskan, “Hukum progresif adalah napas baru, yang membuat hukum terasa hidup dan dekat dengan denyut nadi rakyat.” Kalimat ini menggambarkan semangat humanis yang menjadi inti dari konsep tersebut.

Prinsip Utama Hukum Progresif

Hukum Progresif

Hukum progresif tidak sekadar slogan, melainkan dibangun atas sejumlah prinsip penting:

  1. Manusia sebagai pusat hukum – Aturan dibuat untuk melayani manusia, bukan manusia yang harus tunduk secara buta pada aturan.

  2. Keadilan di atas legalitas formal – Keputusan hukum seharusnya mengutamakan rasa keadilan masyarakat, meski kadang bertentangan dengan teks undang-undang yang kaku.

  3. Hukum bersifat dinamis – Hukum harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, budaya, dan kebutuhan sosial.

  4. Keberanian hakim dan aparat hukum – Diperlukan sikap berani keluar dari zona nyaman prosedural demi menegakkan keadilan substantif.

Prinsip-prinsip ini menempatkan hukum progresif sebagai aliran yang menantang status quo, sekaligus menawarkan solusi bagi ketidakpuasan publik terhadap sistem hukum yang sering kali dianggap lamban dan tidak peka.

Implementasi dalam Praktik Hukum

Dalam praktiknya, hukum progresif mendorong aparat penegak hukum—hakim, jaksa, maupun polisi—untuk lebih berani mengambil keputusan berdasarkan keadilan sosial.

Contohnya, ketika seorang pencuri kecil terpaksa mencuri makanan karena kelaparan, hukum progresif mengajak kita untuk melihat konteks kemanusiaan di balik tindakannya, bukan sekadar menjatuhkan hukuman sesuai pasal pencurian.

Kasus-kasus restorative justice yang kini berkembang di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu perwujudan nyata dari semangat hukum progresif. Alih-alih menghukum pelaku dengan pemenjaraan, pendekatan ini mengedepankan mediasi, ganti rugi, dan pemulihan hubungan sosial.

Seorang hakim pernah menyatakan dalam putusannya, “Hukum adalah sarana untuk mengembalikan harmoni, bukan sekadar menghitung pasal.” Pernyataan itu sejalan dengan nilai hukum progresif yang lebih mementingkan keadilan substantif.

Tantangan dan Kritik terhadap Hukum Progresif

Meski memiliki idealisme tinggi, hukum progresif tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa fleksibilitas yang terlalu besar bisa membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang. Tanpa kontrol yang ketat, aparat hukum bisa bertindak subyektif atas nama keadilan.

Selain itu, sebagian kalangan akademisi menilai bahwa hukumprogresif cenderung sulit diimplementasikan dalam sistem hukum yang birokratis. Membutuhkan keberanian luar biasa dari aparat, sementara budaya hukum di banyak negara masih sangat kaku dan formalistik.

Namun, meski menghadapi kritik, gagasan hukumprogresif tetap dianggap penting sebagai penyeimbang. Ia mengingatkan bahwa hukum bukan sekadar kumpulan pasal, tetapi sarana untuk menjaga martabat manusia.

Mengapa Hukum Progresif Relevan di Era Sekarang?

Di tengah kompleksitas sosial modern, hukum progresif menawarkan jalan keluar yang lebih manusiawi. Ia relevan untuk menghadapi isu-isu kontemporer seperti perlindungan kelompok rentan, keadilan gender, hak asasi manusia, hingga penegakan hukum di era digital.

Selain itu, hukumprogresif sejalan dengan aspirasi masyarakat yang mendambakan hukum tidak hanya adil di atas kertas, tetapi juga terasa adil dalam praktik. Di sinilah peran aparat hukum ditantang untuk lebih kreatif, berani, dan sensitif terhadap realitas sosial.

Pada akhirnya, hukumprogresif mengajarkan bahwa keadilan tidak boleh berhenti di ruang sidang. Ia harus hadir dalam kehidupan nyata, membela yang lemah, dan menegakkan nilai kemanusiaan di atas kepentingan aturan formal.

Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Pengetahuan

Baca juga artikel lainnya: Indeks Kepuasan Masyarakat dan Pelayanan Publik

Penulis

Categories:

Related Posts

Science Engagement Science Engagement: Inspiring Young Scientists In University – Tips from Campus Life
JAKARTA, inca.ac.id – Science engagement is crucial for fostering a passion for scientific inquiry among
Advokasi Kebijakan Advokasi Kebijakan dan Perannya dalam Perubahan Sosial
JAKARTA, inca.ac.id – Dalam dunia sosial dan politik, istilah Advokasi Kebijakan sering muncul sebagai bagian
Kesehatan Masyarakat Modern Kesehatan Masyarakat Modern: Tantangan, dan Peran Mahasiswa
Jakarta, inca.ac.id – Kesehatan masyarakat bukan sekadar cerita rumah sakit atau obat-obatan. Ia adalah gambaran
Digital Skills Digital Skills: Equipping University Students for Success in a Tech-Driven World – My Tried & Tested Guide to Win in the Digital Era
JAKARTA, inca.ac.id – In today’s rapidly evolving landscape, digital skills have become essential for success