JAKARTA, inca.ac.id – Dalam kehidupan urban yang terus berkembang, muncul satu gagasan penting: hak atas kota. Istilah ini bukan sekadar slogan aktivis, melainkan refleksi tentang siapa yang berhak mengatur ruang kota dan bagaimana hak itu dibagi secara adil.
Konsep hakataskota pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Prancis Henri Lefebvre pada tahun 1968.Ia menegaskan bahwa kota bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga ruang sosial tempat warga dapat berinteraksi dan berpartisipasi dalam menentukan arah perkembangannya. Dalam konteks sosial modern, hakataskota menjadi tuntutan terhadap keadilan ruang, akses publik, dan peran aktif masyarakat dalam membentuk wajah kotanya.
Konsep Dasar Hak Atas Kota

Secara sederhana, hak atas kota mencakup dua hal utama.
Pertama, hak untuk mengakses sumber daya dan fasilitas perkotaan.Kedua, hak untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan kota.
Kedua makna ini menciptakan keseimbangan antara hak akses (right to access) dan hak partisipasi (right to participation).Artinya, setiap warga — tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi — berhak menikmati manfaat kota dan ikut menentukan arah perkembangannya.
Contohnya, dalam pembangunan taman kota, masyarakat seharusnya terlibat sejak tahap perencanaan, bukan hanya menikmati hasilnya.Prinsip inilah yang menjadikan hakataskota sebagai isu penting dalam ilmu sosial dan kebijakan publik masa kini.
Hak Atas Kota sebagai Bentuk Keadilan Sosial
Dalam perspektif pengetahuan sosial, hak atas kota berakar pada nilai keadilan dan kesetaraan.Kota yang ideal bukan hanya indah atau modern, tetapi juga memberi ruang hidup layak bagi semua orang.Ketidakadilan ruang terlihat dalam berbagai bentuk:
-
Kawasan elit terus berkembang, sedangkan permukiman padat terpinggirkan.
-
Ruang publik tergantikan oleh pusat perbelanjaan.
-
Fasilitas umum dan transportasi tidak merata antarwilayah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan kota sering berpihak pada modal, bukan manusia.Melalui penerapan prinsip hakataskota, masyarakat diajak menuntut hak dasar: tempat tinggal layak, ruang terbuka, dan kesempatan berpartisipasi dalam kebijakan publik.
Peran Warga dalam Mewujudkan Hak Atas Kota
Hak atas kota tidak akan terwujud tanpa partisipasi warga. Keterlibatan masyarakat menjadi fondasi agar pembangunan kota tidak hanya menguntungkan segelintir pihak. Beberapa bentuk partisipasi warga antara lain:
-
Forum musyawarah warga. Wadah untuk memberi masukan terkait kebijakan tata ruang.
-
Gerakan komunitas kota. Misalnya urban farming, mural publik, atau kampanye ruang hijau.
-
Partisipasi digital. Warga kini bisa menyampaikan aspirasi lewat media sosial dan platform smart city.
Melalui kolaborasi ini, kota tidak lagi dikelola sepihak.
Ia menjadi hasil kerja sama antara warga, komunitas, dan pembuat kebijakan. Inilah wujud nyata demokrasi ruang — kota untuk semua, bukan hanya untuk sebagian.
Contoh Penerapan Hak Atas Kota di Dunia
Beberapa kota di dunia telah menerapkan konsep hak atas kota dengan cara berbeda sesuai konteks sosial dan politik masing-masing.
-
Barcelona (Spanyol): Membentuk Citizen Participation Council sebagai wadah warga untuk mengusulkan kebijakan publik.
-
Bogotá (Kolombia): Program Ciclovía membuka jalan utama bagi pejalan kaki dan pesepeda setiap akhir pekan.
-
Seoul (Korea Selatan): Mengubah jembatan Cheonggyecheon menjadi taman kota yang ramah publik.
Ketiga contoh ini menunjukkan bahwa hakataskota bukan sekadar teori.Ia bisa diwujudkan melalui kebijakan yang berpihak pada warga dan lingkungan.
Tantangan Mewujudkan Hak Atas Kota di Indonesia
Di Indonesia, gagasan hak atas kota mulai dikenal di kalangan akademisi dan aktivis sosial.Namun, penerapannya masih menghadapi berbagai tantangan.Beberapa di antaranya meliputi:
-
Ketimpangan tata ruang. Wilayah pusat berkembang cepat, sedangkan pinggiran terabaikan.
-
Partisipasi publik yang minim. Pembangunan masih didominasi oleh pemerintah dan sektor swasta.
-
Alih fungsi lahan publik. Banyak taman dan kawasan hijau berubah menjadi area komersial.
-
Kurangnya kesadaran warga. Banyak masyarakat belum tahu bahwa mereka berhak ikut menentukan arah kota.
Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan komunitas lokal menjadi kunci agar hakataskota tidak berhenti di wacana, tetapi menjadi praktik nyata.
Hak Atas Kota dan Lingkungan Hidup Perkotaan
Keseimbangan lingkungan adalah bagian penting dari hak atas kota.Kota yang sehat tidak hanya menyediakan tempat tinggal, tetapi juga menjamin kualitas udara, air, dan ruang hijau.
Gerakan urban farming, pengelolaan sampah mandiri, dan transportasi ramah lingkungan adalah contoh nyata partisipasi warga dalam menjaga keberlanjutan kota.Dengan cara ini, hakataskota mencakup kesadaran ekologis — bukan hanya hak sosial, tetapi juga hak untuk hidup di lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.
Pandangan Sosial terhadap HakAtasKota
Dalam pandangan ilmu sosial, hak atas kota mencerminkan perjuangan kelas dan ruang.Ketika ruang publik dikomersialisasi, masyarakat kecil kehilangan akses terhadap kota yang seharusnya mereka miliki.
Gagasan ini menantang paradigma lama tentang siapa yang memiliki hak menentukan arah pembangunan.Bukan hanya pemerintah atau investor, tetapi juga warga yang tinggal dan beraktivitas di kota tersebut.
Sebagai gagasan sosial, hakataskota menegaskan pentingnya keadilan sosial sebagai dasar keberlanjutan.Kota yang inklusif adalah kota yang memberi ruang bagi semua orang untuk hidup berdampingan secara setara.
Kesimpulan: Kota untuk Semua, Bukan untuk Segelintir
Hak atas kota menegaskan bahwa setiap warga memiliki hak yang sama untuk menikmati dan menentukan arah kotanya.Konsep ini bukan teori akademik semata, tetapi gerakan moral yang mengembalikan kota kepada penghuninya.
Dengan memperkuat partisipasi publik, menegakkan keadilan ruang, dan menjaga lingkungan, hakataskota menjadi jalan menuju kehidupan perkotaan yang lebih manusiawi.Kota yang ideal bukanlah yang megah, melainkan yang menghadirkan rasa memiliki, kebersamaan, dan kesempatan bagi semua warganya untuk berkembang.
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Pengetahuan
Baca juga artikel lainnya: Evidence Based Policy dan Pentingnya Data Publik
#hak atas kota #keadilan ruang #partisipasi publik #pembangunan berkelanjutan #pengetahuan sosial
