Jakarta, inca.ac.id – Semilir angin pantai Parangtritis menyambut rombongan siswa kelas 9 SMP Harapan Bangsa, Yogyakarta. Bukan untuk sekadar rekreasi, tapi mereka datang membawa buku catatan, kamera, dan semangat belajar. Di balik ransel mereka, tersimpan satu tujuan: memahami ekosistem pesisir lewat pengamatan langsung.
Sementara itu, di ujung barat Indonesia, Pak Wandi—guru sejarah dari Aceh—mengajak siswanya ke Benteng Indrapatra, membedah kisah Kesultanan Aceh dengan narasi yang tak bisa ditemukan di buku pelajaran. “Sejarah bukan cuma teks, tapi tapak kaki yang bisa dilihat dan dirasakan,” katanya.
Apa yang dilakukan para guru ini bukan sekadar studi wisata biasa. Mereka sedang menerapkan pembelajaran kontekstual—metode belajar yang menjadikan dunia nyata sebagai ruang kelas terluas.
Apa Itu Pembelajaran Kontekstual?

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah pendekatan belajar yang mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa—termasuk dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, bahkan perjalanan atau travel experience mereka.
Berbeda dengan model hafalan, CTL mengajak siswa untuk “mengalami” pelajaran. Belajar bukan soal duduk diam di kelas, melainkan terjun langsung ke lapangan. Siswa bukan hanya penghafal, tapi penjelajah makna.
Misalnya, ketika belajar ekonomi di pasar tradisional, atau belajar biologi di kawasan hutan kota. Bahkan, perjalanan field trip kini menjadi bagian penting dari strategi CTL modern.
Prinsip Pembelajaran Kontekstual dalam Dunia Perjalanan
-
Pembelajaran Berbasis Lokasi (Place-Based Learning)
Daripada membahas tata kota hanya lewat peta, siswa diajak mengeksplorasi kota tua Jakarta atau kawasan Malioboro. Mereka belajar membaca ruang dan memahami sejarah dari lokasi-lokasi yang hidup. -
Observasi Langsung dan Eksplorasi
Di Labuan Bajo, siswa SMA wisata maritim diminta mencatat interaksi manusia dengan ekosistem laut. Mereka tak hanya belajar konservasi, tapi juga budaya masyarakat pesisir. -
Refleksi dari Perjalanan
Setiap perjalanan dalam CTL tak berhenti di pengamatan, tapi dilanjutkan dengan refleksi—entah dalam bentuk esai, vlog, atau diskusi kelompok. -
Kolaborasi dan Interaksi Sosial
Ketika siswa mengunjungi desa wisata, mereka berinteraksi langsung dengan warga, bertanya, berdiskusi, bahkan ikut serta dalam kegiatan lokal. Di sini, pelajaran sosiologi dan kewarganegaraan menjadi lebih hidup. -
Penguatan Kearifan Lokal dan Konteks Budaya
Di Bali, guru seni mengajak siswa melihat langsung proses pembuatan ogoh-ogoh. Dari situ mereka memahami simbolisme, teknik seni, hingga makna spiritual yang tersembunyi.
Travel sebagai Medium Belajar yang Bermakna
Mengapa perjalanan bisa menjadi bagian penting dari pembelajaran kontekstual?
Karena manusia belajar paling dalam ketika mengalami sesuatu. Saat kita mendaki bukit, menyeberang sungai, atau menyapa penduduk lokal, kita menyerap pengetahuan secara intuitif—melalui pancaindra, emosi, dan refleksi.
Bagi siswa Gen Z dan Alfa, belajar melalui travel-based CTL sangat cocok karena:
-
Visual dan Interaktif: Mereka bisa membuat dokumentasi visual (video, foto) sebagai bagian dari tugas.
-
Memicu Rasa Ingin Tahu: Lokasi baru memunculkan banyak pertanyaan spontan.
-
Mengasah Soft Skills: Komunikasi, kolaborasi, dan manajemen waktu menjadi pelajaran non-formal dari tiap perjalanan.
Tantangan dan Peluang
Tentu saja tidak semua sekolah mampu mengadakan perjalanan lintas daerah. Tapi CTL tidak selalu harus jauh-jauh.
Contoh sederhana:
-
Observasi pasar tradisional di dekat sekolah
-
Kunjungan ke pabrik tahu atau pengolahan sampah lokal
-
Jelajah sejarah melalui museum terdekat
Tantangan terbesar?
-
Biaya dan logistik
-
Kesiapan guru merancang pembelajaran
-
Kurangnya pelatihan CTL berbasis travel
Tapi peluangnya?
Sangat besar. Dengan dukungan komunitas, sinergi dengan pelaku wisata edukatif, dan integrasi dengan Kurikulum Merdeka, pembelajaran berbasis perjalanan bisa menjadi gerakan nasional.
Masa Depan: Belajar Sambil Menjelajah
Bayangkan masa depan di mana siswa Indonesia bisa belajar batik langsung di Pekalongan, memahami hutan tropis di Kalimantan, atau merancang solusi pertanian sambil tinggal bersama petani di Cianjur.
Dengan pendekatan kontekstual yang dipadukan dengan kegiatan travel learning, pendidikan menjadi lebih hidup, relevan, dan menyenangkan.
Murid tak hanya ingat materi, tapi juga merasakan maknanya. Mereka tak sekadar hafal fakta, tapi paham cerita di baliknya.
Penutup: Saatnya Guru Menjadi Pemandu Wisata Ilmu
Pembelajaran kontekstual adalah sebuah perjalanan—bukan hanya bagi siswa, tapi juga bagi para guru. Dari ruang kelas hingga ke puncak gunung, dari papan tulis hingga ke hamparan sawah, semua bisa menjadi bagian dari proses belajar.
Sebagaimana Bu Rina yang mengajak muridnya menjelajah sekolah, atau Pak Arman yang membuka cakrawala lewat irigasi sawah, setiap langkah kecil menuju dunia nyata adalah bentuk revolusi pendidikan.
Mungkin, yang dibutuhkan siswa hari ini bukan sekadar catatan ringkas atau lembar kerja. Tapi sepasang sepatu, kamera, dan semangat untuk bertanya, “Apa yang bisa kupelajari dari dunia di sekelilingku?”
Karena di luar sana—dunia sedang menunggu untuk dijadikan buku pelajaran yang paling kontekstual.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan
Baca Juga Artikel dari: Membedah Dunia Computer Science: Ilmu Komputer
Kunjungi Website Resmi: Inca Travel
#Kontekstual #Kontekstual Pembelajaran #pembelajaran #Pembelajaran Kontekstual
